Nilai-nilai dan pandangan hidup yang yang bermakna menjalin
persaudaraan. Kata ini berasal dari kata akha, yang artinya
mempersaudarakan. Di dalam NU, makna kata ini memiliki kekhasannya
sendiri dan sejarah yang panjang.
Sebagai nilai-nilai, KH Hasyim Asy’ari di dalam Muqaddimah Qanun
Asasi NU pernah mengemukakan pentingnya menjaga ukhuwah di antara umat
Islam. Pendiri NU itu gelisah melihat pertikaian sesama kaum muslimin,
hanya karena perbedaan pendapat. Rais Akbar NU itu mengajak sesama kaum
muslimin untuk saling menghormati dan berlomba dalam berbuat baik.
Tradisi menjaga ukhuwah oleh masyarakat NU, diambil dari ajaran Islam
dan tradisi yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Di antara argumentasinya
dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa bapak manusia adalah Adam, dan
karenanya manusia adalah anak cucu Adam, jadi masih saudara. Manusia
juga diciptakan berbeda-beda, ada laki-laki, berbangsa-bangsa, dan
bersuku-suku, tujuannya agar saling mengenal, seperti disebutkan dalam
QS. al-Hujurat [49]: 13, jadi bukan untuk saling berperang.
Pada intinya manusia itu masih saudara, yaitu saudara sebagai makhluk
manusia yang lahir dari seorang ibu dan ayah agar saling kenal,
belajar, dan bantu membantu.
Tradisi ukhuwah masyarakat NU juga didasarkan pada praktik Nabi
Muhammad. Ketika sampai di Madinah pasca hijrah, Nabi Muhammad
mempersaudarakan sesama kaum muslimin dari kalangan Anshar dan
Muhajirin. Di dalam hadits-haditsnya, Nabi Muhammad juga banyak
memerintahkan agar kaum muslimin menjalin persaudaraan, menyambung
silaturahim (hubungan baik dan kasih sayang), baik kepada kaum muslimin,
kepada manusia pada umumnya, dan terutama kepada tetangga dari manapun
asalnya.
Nilai-nilai ukhuwah telah ada sejak lama di kalangan msyarakat NU,
tetapi kata ukhuwah menjadi lebih khas di kalangan NU setelah KH Achmad
Shidiq memformulasikan tradisi persaudaraan NU itu ke dalam rumusan
ukhuwah an-nahdliyyah, yang dibaginya menjadi 3, yaitu: ukhuwah
islamiyah (persaudaraan sesama kaum muslimin), ukhuwah wathaniyah
(persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan
kemanusaan). Tiga persaudaraan ini dalam sejarah NU telah dipelihara dan
diperjuangkan, yang oleh KH Achmad Shidiq diformulasikan dalam bentuk
rumusan yang sangat brilian.
Ukhuwah wathaniyah disadari oleh NU, karena khususnya bangsa
Indonesia berasal dari berbagai suku, bahasa, dan adat yang mereka semua
membentuk satu bangsa. Oleh karena itu, meski berbeda-beda, pada
intinya mereka juga bersaudara, yaitu saudara sebangsa. Sebagai saudara
sebangsa, tradisi masyarakat NU tidak menganggap perbedaan dan mereka
yang berbeda sebagai musuh.
Hanya saja, hal-hal yang berkaitan dengan aupaya menjaga keutuhan
bangsa yang berdasarkan Pancasila dan konstitusi, tradisi NU mengambil
garis jelas, yaitu mereka yang ingin menggulingkan pemerintah yang syah
dan menagganti dasar Negara dengan cara mengangkat senjata dipandang
sebagai bughât (pemberontak).
Ukhuwah basyariyah disadari oleh tradisi masyarakat NU, karena
diajarkan oleh Nabi Muhammad, dan adanya penghormatan Allah kepada
manusia sebagai makhluk mulia. Dalam pandangan Ahlussunnah Waljam’ah,
menurut Gus Dur dalam buku Islam Kosmopolitan, manusia dipandang
semulia-mulia makhluk Tuhan, kecuali mereka turun ke derajat yang paling
rendah, yaitu memperturutkan hawa nafsu. Manusia juga dipandang sebagai
khalîfah di bumi, dan karenanya manusia bertugas memakmurkan bumi,
menjaga dan merawatnya, apapun asal usul dan agamanya. Di sinilah inti
dari persaudaran kemanusiaan yang dijaga masyarakat NU, karena sama-sama
makhluk Tuhan, meskipun berbeda anutan agama dan kepercayaan yamg
dipilihnya.
Ukhuwah Islamiyah juga disadri oleh tradisi masyaraat NU karena di
samping menjaga ukhuwah jenis ini diperintah banyak ajaran al-Qur’an dan
hadits Nabi, juga karena disadari bahwa menjaga ukhuwah itulah yang
akan bisa menyatukan potensi umat Islam. Dalam sejarah Islam juga sangat
jelas disadari msyarakat NU, manakala terjadi banyak perbedaan, dan
umat tidak bisa menjaga ukhuwah, yang terjadi adalah kehancuran.
Oleh karena itu, masyarakat NU juga menyadari ukhuwah tidak berrarti
satu kata dan melebur menjadi satu. Ukhuwah adalah siap hidup berbeda,
meskipun ada dalam satu bangsa, dalam satu agama Islam, dan satu makhluk
manusia. Oleh karena itu, NU tidak pernah mau memaksakaan kehendaknya,
misalnya tentang dasar Negara harus sesuai dengan NU seratus persen,
meskipun dalam perdebatan-perdebatan perumusand asar Negara wakil-wakil
NU memeliki pandangan tersendiri, dan itu syah bagian dari pendapat.
Hanya saja, sebagai kesepakatan, NU juga mempertimbangkan kenyataan
pendapat-pendapat lain, karena pendapat-pendapat itu dikemukakan oleh
saudara-saudara sebangsa.
Meski begitu, NU tidak kehilangan pijakannnya dari sudut Islam, yaitu
mau menerima dan membuat perjanjian hidup damai di dalam wadah Negara
Indonesia berdasarkan Pancasila. NU tetap berposisi dan memeliki sikap
yang kritis untuk mengisi, mengoreksi, dan mengembangkan kehidupan
bernegara. Sikap seperti itu ditempuh oleh NU karena dibimbing oleh
sikap NU yang memandang bahwa setiap mereka yang menjadi bangsa
Indonesia meski berbeda asal usul adat, bahasa, dan agama, adalah tetap
sebagai saudara, yaitu saudara sebangsa.
Di sini jelas, meski NU tetap memelihara dan menjaga identitasnya
sebagai masyarakat yang berpijak dan berakidah Ahlussunnah wal Jam’ah,
tetapi juga menyadari dimana mereka hidup, yaitu di bumi yang dihuni
makhluk manusia, dalam bangsa yang bernama Indonesia, dan bagian dari
umat Islam yang berbeda-beda madzhab dan anutan kepercayaannya.
Kesadaran ini memetamorfosiskan diri dalam sikap hidup yang
mengembangkan persaudaran kemanusaiaan, kebangsaan dan keislaman.
Lebih ari sekadar menjaga persaudaraan dalam tiga hal itu, NU juga
mengembangkan sikap yang toleran, saling mengormati, dan adil. Oleh
karena itu pula, formulasi dari tradisi NU yang dilakukan dari generasi
ke generasi yang kemudian diformulasikan dalam Khittah NU, memberikan
bimbingan agar masyarakat NU mengembangkan ukhuwah dengan tetap berpijak
pada sikap kemasyarakatan yang tawasuth dan i’tidal, tawazun, dan
tasamuh.
(Sumber: Ensiklopedi NU)
Posted by
4/04/2013
and have
, Published at